SEDEKAH BUMI LEWAT WAYANG
Kebiasaan
masyarakat memang tidak bisa di pungkiri untuk menghentikannya, lebih-lebih
mencakup ruang lingkup masyarakat luas. Menjelang bulan ruwah menurut
perhitungan angka jawa atau bulan sya’ban menurut perhitungan tahun hijriyyah,
masyarakat daerah pedesaan seringkali mmelakukan kegiatan yang sudah menganak
sungai dalam diri masyarakat. Pertunjukan wayang contohnya, daerah samirejo tepatnya
di balai desa dukuh gringging menjadi fokus incaran para masyarakat untuk
menonton pertunjukan.
Tradisi yang dipercaya sebagai cara untuk
tolak balak zaman dahulu hingga sekarang berjalan lancar. Pernah sesekali
meninggalkan tradisi ini, masyarakat sekitar digempar bahaya atau bala’ yang
beraneka ragam. Pada ahirnya keadaan ini ditanyakan pada orang pintar atau
biasa disebut para normal. Danyang desa sedang mengamuk , cepat buat rencana
untuk kegiatan wayangan, Begitulah para normal berkata.
Dari cerita
tersebut rakyat mulai tidak berani meninggalkan tradisi yang telah terlaksana
berpuluh-puluh tahun. Masyarakat tidak ingin satu kampung atau satu desa hidup
terkapar karna tidak melakukan tradisi ini . Walaupun, harus menambah anggaran
untuk kegiatan ini dalam daftar belanja pemerintah desa.
Seminimal mungkin
kegiatan ini hanya bisa terlaksana dengan dana berkisar mencapai 9 juta rupiah.
Dibalik angka dan kegiatan ini ada masyarakat yang merasa diuntungkan yaitu
pedagang kaki lima. Mereka berbondong-bondong mendatangi tempat ini meski
berasal dari daerah yang agak jauh dari tempat ini .
Kegiatan
ini dihadiri dari berbagai kalangan, mulaikepala desa, perangkat desa sampai
rakyat menengah ataupun bawah. Mereka pergi untuk menyaksikan pertunjukan
wayang yang mengisahkan tentang tragedy-tragedi kerajaan atau keadaan masa
lampau dengan menggunakn suara yang menggemparkan telinga. Lagu sinden yang
merdu membuat para perjaka ataupun kakek-kakek mendatangi acara ini.
0 komentar:
Posting Komentar